Suatu ketika seorang dosen bertanya kepada mahasiswanya."Mengapa kamu mengambil mata kuliah ini?"
![]() |
| Dosen dengan Tatapan Mata yang Tajam |
"Untuk memenuhi jumlah SKS yang dapat diambil, Pak," jawab mahasiswa tersebut.
"Oh, kalau begitu, saya juga boleh kasih nilaimu sesuka saya," balas dosen tersebut.
Apakah pernyataan dosen tersebut baik secara moral jika dilakukan?
Tidak. Pernyataan dosen tersebut tidak baik secara moral jika dilakukan. Sebelum mengemukakan alasan mengapa pernyataan tersebut tidak baik secara moral, alangkah baiknya kita terlebih dahulu tahu mengenai 4 domain suatu pernyataan dan bagaimana cara menilai keempat domain tersebut, yaitu domain fakta, domain logika, domain moral, dan domain estetika. Domain fakta adalah domain yang dapat dinilai kebenarannya berdasarkan kejadian empiris atau yang benar-benar terjadi secara nyata. Misal, kalimat "Jakarta sedang hujan" merupakan domain fakta karena kebenarannya dapat diuji dengan cara mencerap melalui pancaindera apakah Jakarta sedang hujan atau tidak. Apabila sedang hujan, pernyataan tersebut bernilai benar.
Domain logika adalah domain yang dapat dinilai kebenarannya melalui aturan logika yang berlaku. Maksudnya, apakah suatu pernyataan merupakan kesimpulan yang valid berdasarkan pernyataan-pernyataan sebelumnya. Misal, ada dua premis, yaitu "semua manusia akan mati" sebagai premis mayor dan "aku adalah manusia" serta kesimpulan yang berbunyi "aku akan mati". Argumen di atas valid karena sesuai aturan logika yang berlaku di mana jika semua A adalah B dan C adalah A, maka C adalah B. Kebenaran untuk domain ini tidak memedulikan apakah isi dari suatu pernyataan benar atau tidak secara empiris. Kebenaran dari pernyataan ini hanya memedulikan apakah suatu pernyataan merupakan kesimpulan yang tepat dari pernyataan-pernyataan sebelumnya.
Domain moral adalah domain yang kebenarannya bersifat subjektif. Domain moral berfokus pada isi, bukan struktur, tetapi isinya tidak perlu berkorespondensi dengan kenyataan. Pernyataan yang termasuk ke dalam domain ini seperti tujuan hidup, sistem nilai individu/masyarakat, dan preferensi ideologi. Kata yang tepat untuk menggambarkan kebenaran domain ini adalah baik dan buruk. Kita tahu bahwa tidak ada moral objektif di dunia ini, sehingga yang bisa kita lakukan hanyalah menilai konsistensi moral seseorang dengan cara melihat keterkaitan suatu pernyataan moral dengan pernyataan-pernyataan moral yang lain apakah sesuai struktur logika yang berlaku atau tidak.
Domain estetika sama seperti domain moral yang bersifat subjektif. Kebenaran domain ini berkaitan dengan apakah sesuatu itu indah atau tidak indah. Domain ini digunakan dalam proses penilaian karya seni, tetapi tidak sebatas itu. Kita dapat menilai apakah alam semesta itu indah atau tidak, padahal alam semesta bukanlah karya seni.
Berdasarkan keempat domain tersebut, kita dapat menggunakan domain moral untuk menilai apakah pernyataan dosen tersebut baik atau buruk jika dilakukan. Kita tahu bahwa penilaian suatu mata kuliah didasarkan pada capaian-capaian tertentu, di sini ada CPMK-CPMK dan sub-CPMK - sub-CPMK yang menjadi dasar penilaian apakah mahasiswa sudah mencapai kompetensi tersebut atau belum. Tidak ada motivasi dalam capaian-capaian tersebut.
Hal ini berarti nilai tersebut tidak didasarkan pada motivasi mahasiswa tetapi pada indikator-indikator penilaian yang tepat untuk mengukur kompetensi mahasiswa, seperti ujian atau tugas yang relevan. Apabila ada mahasiswa yang motivasinya hanya ikut-ikutan teman tetapi ia mendapatkan hasil yang baik dalam indikator penilaian, ia harus diberikan nilai sesuai apa yang sudah ia kerjakan. Sebaliknya, jika ada mahasiswa yang sangat termotivasi secara internal untuk mengikuti mata kuliah yang bersangkutan, tetapi karena kemampuan belajarnya yang lambat, ia mendapatkan nilai yang lebih rendah daripada temannya yang hanya ikut-ikutan, ia harus mendapatkan penilaian sesuai dengan indikator-indikator yang berlaku. Dosen mungkin berbaik hati menambahkan nilainya karena ia rajin dan termotivasi, tetapi itu tidaklah adil dan tepat, kecuali teman-temannya yang lain juga mendapatkan perlakuan yang sama dan itu relevan dengan terpenuhinya capaian-capaian pembelajaran yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Kesimpulannya, tindakan dosen memberikan nilai manasuka hanya karena motivasinya adalah tindakan yang salah karena dosen harus menilai mahasiswa berdasarkan capaian pembelajarannya, bukan motivasinya, kecuali ada poin motivasi dalam capaian pembelajaran tersebut. Apabila dosen mengubah indikator penilaiannya sehingga tidak relevan dengan capaian pembelajaran yang ada, berarti dosen tersebut telah melakukan tindakan yang buruk karena mengedepankan subjektivitasnya di atas aturan yang telah disepakati (capaian pembelajaran).

