Pemahaman lahir pertanyaan, tanpanya tidak akan ada jawaban yang mengantarkan kita kepada pemahaman akan suatu pengetahuan. Pertanyaan lahir dari kesadaran diri akan rasa ingin tahu yang bergerak di dalam. Pertanyaan juga lahir dari keragu-raguan terhadap jawaban-jawaban yang sudah ada. Sebab, tidak semua jawaban yang kita miliki mencerminkan kebenaran yang sesungguhnya. Kalau pun memang itu adalah suatu kebenaran, masih ada ruang untuk mempertanyakan apakah kebenaran tersebut berguna untuk eksistensi kita.
Pengetahuan yang ada di dalam kepala kita selama ini bisa saja hanya merupakan hasil salin-tempel dari orang-orang di sekitar kita, entah itu dari orang tua, guru, atau buku yang kita baca. Tanpa mempertanyakannya, kita hanya menjadi penghafal, penyimpan, dan pengekor, bukan pencipta. Namun, semua ini akan berbalik ketika kita menyadari bahwa pengetahuan kita selama ini masih hasil salin-tempel sehingga kita akan mempertanyakannya.
Di sinilah muncul kehausan eksistensial:
"Bagaimana aku bisa membentuk pemikiran yang benar-benar milikku sendiri yang mencerminkan realitas sesungguhnya dan relevan untuk kehidupanku?"
Pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan biasa. Ia lahir dari refleksi mendalam, dari kesadaran akan keterbatasan, dan dari kerinduan menjadi utuh sebagai pribadi pemikir. Ini adalah pertanyaan filosofis sejati karena menyentuh inti dari akal budi manusia yang tidak puas hanya dengan menerima, tapi ingin memahami dan melampaui.
Memahami dan melampaui tidak bisa dilakukan jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan hanya berkutat pada "apa?". Pertanyaan yang diajukan mesti pertanyaan yang dapat memancing kedalaman jawaban. Pertanyaan "mengapa?" dan "bagaimana?" juga perlu diajukan. Setelah mendapatkan jawabannya, kita perlu lagi kembali ke pertanyaan "apa?", tetapi "apa?" dalam konteks untuk menguji ide, seperti. Bukan hanya "apa?" dalam konteks tersebut, tetapi juga pertanyaan-pertanyaan lain untuk menguji ide yang telah kita pahami, analisis, dan ciptakan sendiri, seperti contoh berikut.
• Apakah ide tersebut benar, valid, dan bisa dipercaya?
• Apa kelebihan dan kelemahan ide tersebut?
• Bagaimana jika ide tersebut diterapkan dalam konteks x?
Kita akan menciptakan pikiran kita sendiri yang mencerminkan realitas sesungguhnya dan berguna untuk eksistensi kita pada akhirnya jika kita terus-menerus bertanya. Pertanyaan membuat kita tidak lagi menjadi pengekor dan penghafal. Pertanyaan membuat kita menjadi manusia yang berdaya dan otonom, manusia yang bebas dari hegemoni ide-ide yang hanya sebatas salin-tempel, seperti dogma-dogma yang sudah tidak relevan.

