Apakah Bocah Layak Mendapatkan Nasbung Jum'atan?

Setiap kali jum'atan di masjid dekat kosanku, selalu ada nasi bungkus yang dapat diambil oleh jama'ah-jama'ah di masjid tersebut  kecuali saat bulan Ramadhan. Mekanismenya, nasi bungkus diletakkan di atas meja, lalu jama'ah bebas mengambilnya setelah sholat jum'at selesai. Namun, ada hal yang membuatku resah, yakni bocah-bocah yang mengambil nasi bungkus sehingga anak-anak kuliahan dan orang-orang dewasa yang sedang mencari nafkah tidak bagiannya berkurang. Bahkan, bocah-bocah ini langsung mengambil nasi bungkus tersebut setelah salam pertama selesai sehingga seringkali peluang mereka untuk mendapatkannya sangat tinggi dibandingkan dengan anak kuliahan dan orang dewasa yang lebih memiliki rasa malu. Selain itu, kadang kala ada bocah yang mengambil lebih dari satu bungkus.


Nasi Bungkus Jum'atan
Nasi Bungkus Jum'atan

Bocah-bocah ini tidak seharusnya mendapatkan nasi bungkus jika dibandingkan dengan anak-anak kuliahan dan orang-orang dewasa yang tengah mencari nafkah. Alasannya adalah tanggung jawab dan kebutuhan. Para bocah belum memiliki tanggung jawab sebesar anak kuliahan dan orang dewasa yang sedang mencari nafkah. Mereka memiliki orang tua yang menjamin makan mereka. Kalau pun tidak dapat, orang tua mereka akan atau bahkan sudah menyediakan makan siang untuk mereka. Kalau ternyata orang tua mereka sudah menyediakan makan siang untuk mereka tetapi para bocah ini juga membawa nasi bungkus yang didapatkannya setelah jum'atan, ada salah satu yang tidak dimakan sehingga menimbulkan kemubaziran, kecuali bocah-bocah ini memakan kedua makanan tersebut. Padahal, nasi bungkus yang berpotensi mubazir ini bisa dimanfaatkan oleh anak-anak kuliahan dan orang dewasa yang sedang mencari nafkah.

Anak kuliahan memang masih dikirimi uang orang tua untuk kebutuhan makannya. Namun, ada juga di antara mereka yang kuliah sambil bekerja karena uangnya kurang atau bahkan tidak dikirimi uang oleh orang tua mereka. Uang yang dikirimkan ini tidak selalu terjamin, kadang-kadang bisa telat. Uang yang dikirimkan juga belum tentu realistis dalam memenuhi kebutuhan makan mereka sehingga mereka perlu lebih berhemat.

Kekurangan uang ini bisa terjadi karena kebutuhan kuliah lebih banyak daripada kebutuhan para bocah. Misalnya, biaya kuliah lebih mahal daripada biaya sekolah, belum lagi biaya praktikum, biaya kos, dan biaya kehidupan sehari-hari. Apabila dibandingkan dengan para bocah yang makannya lebih terjamin, anak kuliahan lebih tidak terjamin. Mereka bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya yang mereka dapatkan dari orang tua mereka. Apabila sumber dayanya kurang, bisa jadi mereka hanya bisa makan satu kali sehari. Anak kuliahan tidak seperti para bocah yang jumlah makan seharinya lebih pasti.

Orang-orang dewasa yang sedang mencari nafkah memiliki tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan para bocah atau anak-anak kuliahan. Mereka yang sudah menikah harus bertanggung jawab memberi makan anak-anak mereka. Penghasilan mereka boleh jadi diutamakan untuk anak-anak mereka daripada dirinya sendiri. Kalau penghasilannya kurang, tentu orang-orang dewasa ini mendapatkan bagian yang lebih kecil. Selain itu, kebutuhan orang-orang dewasa lebih banyak daripada kebutuhan para bocah dan anak kuliahan. Misal, orang dewasa harus menyewa/membeli rumah, membayar/membeli kendaraan untuk bekerja, atau membiayai para bocah dan anak-anak kuliahan.

Pembagian nasi bungkus hari jum'at seharusnya dimulai dari orang-orang dewasa yang sedang mencari nafkah, anak-anak kuliahan, lalu para bocah. Alasannya adalah tanggung jawab dan kebutuhan. Orang-orang dewasa yang sedang mencari nafkah memiliki tanggung jawab dan kebutuhan yang lebih besar dibandingkan yang lain. Setelah itu, anak-anak kuliahan, lalu para bocah.
LihatTutupKomentar